bukaportal.com – Musikus sekaligus Anggota DPR, Ahmad Dhani, resmi melaporkan psikolog dan content creator Lita Gading ke Polda Metro Jaya pada 10 Juli 2025. Laporan ini terkait dugaan eksploitasi anak dan kekerasan psikis terhadap anak Dhani—berinisial SA—yang disebut ditampilkan dalam unggahan Lita di media sosial. Berikut ulasan lengkap: dari kronologi, dugaan pelanggaran hukum, reaksi ahli, hingga potensi dampak terhadap kewajiban profesional.
Kronologi Laporan & Dugaan Eksploitasi Anak
Kuasa hukum Dhani, Aldwin Rahadian, menjelaskan bahwa laporan ini adalah tindak lanjut dari somasi yang dilayangkan sebelumnya kepada Lita, tapi tak ditanggapi. Lalu Dhani mendatangi KPAI pada 9 Juli—dalam rangka perlindungan anaknya—sebelum akhirnya resmi melapor ke polisi seharian kemudian.
Menurut Aldwin, konten yang diunggah Lita memuat foto dan nama SA tanpa disensor, serta menyertakan narasi berlabel negatif yang mengaitkan anak dengan perilaku orangtua—ini dianggap masuk kategori eksploitasi dan kekerasan psikis menurut UU Perlindungan Anak.
Dhani juga menyebut dasar laporan berasal dari berita gosip tanpa data valid “semuanya ini berawal dari gosip dan fitnah”.
Pasal Hukum yang Dilanggar & Pelanggaran UU ITE
Aldwin menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan Lita juga melanggar UU ITE karena konten didistribusikan secara elektronik.
Laporan mencakup Pasal 76C jo Pasal 80 UU Perlindungan Anak (eksploitasi dan kekerasan psikis terhadap anak) dan Pasal 27 ayat 1 UU ITE (penyebaran konten yang mencemarkan nama baik atau privasi).
Ancaman hukumannya diperkirakan mencapai minimal 5 tahun penjara, jika penyidikan menemukan unsur pidana seperti yang disangka oleh Dhani.
Privasi Anak & Pandangan Hukum
Menurut Aldwin, setiap anak berhak atas privasi—terutama anak di bawah umur—agar tidak dijadikan objek publik yang diberi stigma atas perilaku orangtua.
Amnesty ini penting agar anak diberikan perlindungan maksimal dari efek traumatis di media sosial.
Fenomena semacam ini menurut KPAI mendapat perhatian khusus, karena publik figur sering kali dianggap punya tanggung jawab lebih untuk menjaga privasi anak mereka.
Sikap Lita Gading & Respons Profesional
Lita Gading merespons santai dan menegaskan kontennya bertujuan edukasi psiko-sosial untuk melindungi anak dari bullying, bukan menjelekkan.
Ia juga mengecam Dhani karena lebih memilih menuntut, bukannya introspeksi.
Lita mengklaim sumber foto berasal dari DM netizen, sehingga ia beranggapan foto itu sudah masuk ranah publik, bukan merendahkan atau menjatuhkan.
Langkah Selanjutnya dalam Proses Hukum
Kasus kini berada di tangan Polda Metro Jaya, yang tengah memproses laporan dengan nomor registrasi yang telah dikeluarkan.
Polisi akan melakukan gelar perkara, mengumpulkan bukti digital, dan memanggil pihak terkait—Lita, netizen, Dhani, Mulan, serta saksi lain.
Bila ditemukan cukup bukti, tahap penyidikan akan dilanjutkan dengan pemanggilan ahli psikologi, digital forensik, serta penyitaan materi yang relevan.
Dampak Kasus & Implikasi Profesional
Kasus ini menyorot dua isu penting:
-
Tanggung jawab profesional psikolog—Lita sebagai tenaga kesehatan mental dianggap memiliki standar etika lebih tinggi, sehingga diperlukan klarifikasi publik.
-
Peran figur publik terhadap eksploitasi anak—Publik figur bisa jadi influencer, tapi harus berhati-hati agar tidak menciptakan stigma atau pelabelan terhadap anak lain.
Kasus ini pun memacu diskusi publik mengenai sejauh mana media dan publik figur bisa menggunakan wajah dan nama anak dalam konteks edukasi.
Laporan Ahmad Dhani polisikan Lita Gading membuka babak baru soal perlindungan anak di era digital. Dugaan eksploitasi dan kekerasan psikis SA lewat konten media sosial bukan cuma kasus pribadi, tapi bisa jadi preseden penting terkait etika profesional dan hukum di Indonesia. Proses hukum masif dan transparan oleh Polda Metro Jaya sangat ditunggu hasilnya masyarakat.