workation

Tren Workation di Indonesia 2025: Antara Liburan dan Produktivitas Kerja Digital

Lifestyle

Tren Workation di Indonesia 2025: Antara Liburan dan Produktivitas Kerja Digital

Dunia kerja sedang berubah cepat, dan Indonesia menjadi salah satu negara yang paling merasakan dampaknya. Sejak pandemi COVID-19 memaksa banyak perusahaan menerapkan kerja jarak jauh, pola kerja hybrid dan remote kini menjadi norma baru di berbagai sektor. Perubahan ini melahirkan fenomena gaya hidup baru bernama workation — sebuah konsep menggabungkan work (kerja) dan vacation (liburan).

Di tahun 2025, tren workation Indonesia berkembang sangat pesat. Ribuan pekerja digital, freelancer, hingga karyawan korporat memutuskan bekerja dari destinasi wisata sambil menikmati liburan panjang. Bali, Lombok, Yogyakarta, Bandung, Ubud, Labuan Bajo, dan banyak daerah wisata lain kini dipenuhi para digital nomad yang bekerja dari vila, kafe pantai, atau coworking space dengan pemandangan alam.

Fenomena ini bukan hanya mengubah cara orang bekerja, tapi juga menggeser peta pariwisata nasional. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengapa workation menjadi tren besar di Indonesia, destinasi favoritnya, dampak ekonominya, hingga tantangan keberlanjutan yang menyertainya.


Latar Belakang Munculnya Tren Workation

Workation di Indonesia muncul sebagai efek lanjutan dari perubahan budaya kerja global pascapandemi. Sebelum 2020, mayoritas perusahaan di Indonesia masih menerapkan kerja penuh waktu di kantor (9 to 5). Namun pandemi memaksa perusahaan menyesuaikan diri dan membuktikan bahwa banyak pekerjaan bisa dilakukan dari mana saja selama ada koneksi internet.

Setelah pandemi mereda, banyak perusahaan tetap mempertahankan model hybrid atau remote penuh karena terbukti efisien. Ini membuka ruang bagi karyawan untuk bekerja dari luar kota bahkan luar negeri tanpa harus absen dari pekerjaan.

Seiring waktu, pekerja mulai mencari lokasi yang tidak hanya memiliki koneksi internet bagus, tapi juga menawarkan suasana menyenangkan. Muncullah konsep workation: bekerja dengan produktif, tetapi dalam suasana rileks khas liburan.

Selain itu, muncul keinginan untuk menyeimbangkan kehidupan kerja dan kehidupan pribadi (work-life balance). Banyak karyawan merasa burnout karena rutinitas monoton, sehingga workation dipandang sebagai cara menyegarkan pikiran tanpa kehilangan penghasilan.

Faktor lain yang memicu tren ini adalah biaya hidup yang relatif rendah di banyak destinasi wisata Indonesia, sehingga pekerja bisa hidup lebih nyaman dengan biaya yang lebih efisien dibanding tinggal di kota besar seperti Jakarta.


Karakteristik Pekerja yang Menjalani Workation

Tidak semua pekerja bisa menjalani workation. Tren ini umumnya diadopsi oleh:

  • Freelancer digital seperti penulis, desainer grafis, editor video, programmer, dan konsultan. Mereka tidak terikat lokasi kerja.

  • Karyawan perusahaan teknologi atau startup yang menerapkan sistem kerja hybrid/remote.

  • Pengusaha kecil berbasis online yang bisa mengelola bisnisnya dari laptop.

  • Digital nomad asing yang datang ke Indonesia menggunakan visa tinggal terbatas (KITAS atau visa digital nomad).

Mereka biasanya memilih destinasi yang memiliki infrastruktur pendukung kerja jarak jauh seperti internet cepat, coworking space, komunitas digital, serta biaya hidup terjangkau.

Mayoritas pelaku workation berasal dari kalangan usia 25–40 tahun, berpendidikan tinggi, dan melek teknologi. Mereka menghargai fleksibilitas waktu kerja, pengalaman budaya lokal, serta koneksi sosial baru di tempat-tempat yang mereka singgahi.


Destinasi Favorit Workation di Indonesia

Tren workation membuat beberapa destinasi wisata di Indonesia mengalami lonjakan kunjungan, khususnya dari kalangan pekerja digital. Beberapa destinasi utama antara lain:

1. Bali (Ubud, Canggu, Uluwatu)
Bali menjadi pusat utama komunitas digital nomad Asia Tenggara. Infrastruktur internet sangat baik, banyak coworking space seperti Dojo Bali, Outpost, dan Hubud. Lingkungan sosialnya ramah bagi pekerja asing dan ada banyak vila yang mendukung remote work.

2. Yogyakarta
Kota budaya ini diminati pekerja muda lokal karena biaya hidup rendah, koneksi internet bagus, dan suasana kreatif. Banyak kafe coworking artistik di area Prawirotaman dan Kotabaru.

3. Bandung dan Lembang
Bandung menawarkan iklim sejuk, budaya kreatif, serta jarak dekat ke Jakarta. Banyak perusahaan startup yang mengizinkan karyawannya bekerja jarak jauh dari Bandung. Kawasan Dago dan Lembang populer karena pemandangan alam yang mendukung produktivitas.

4. Lombok (Senggigi dan Kuta Mandalika)
Lombok mulai muncul sebagai alternatif Bali. Infrastruktur pariwisata tumbuh cepat, terutama sejak kawasan Mandalika dikembangkan. Pantai indah, biaya lebih rendah, dan koneksi internet membaik membuatnya jadi favorit baru.

5. Labuan Bajo
Meski kecil, Labuan Bajo berkembang pesat sebagai hub pariwisata premium. Banyak coworking boutique dan vila privat yang disewakan khusus untuk remote worker. Pemandangan lautnya jadi nilai plus untuk menjaga kesehatan mental pekerja.

6. Malang dan Batu
Kota berhawa sejuk ini populer di kalangan pekerja kreatif karena banyak coworking space dan biaya hidup terjangkau. Lingkungan tenang cocok untuk fokus kerja jangka panjang.

Semua destinasi ini mengalami lonjakan permintaan jangka panjang untuk sewa vila, apartemen, dan coworking space, menunjukkan bahwa workation bukan sekadar tren musiman.


Dampak Ekonomi dari Tren Workation

Tren workation memberi dampak ekonomi signifikan bagi destinasi wisata. Banyak pelaku usaha lokal merasakan keuntungan langsung dari kedatangan pekerja digital yang tinggal lama dan membelanjakan uang mereka secara rutin.

1. Sektor akomodasi
Permintaan vila, apartemen, dan guesthouse jangka panjang meningkat tajam. Banyak pengusaha properti merenovasi rumah mereka menjadi unit sewa untuk remote worker. Tingkat okupansi penginapan di Bali, Lombok, dan Yogyakarta meningkat meski bukan musim liburan.

2. Sektor kuliner dan jasa
Pekerja workation menjadi pelanggan setia kafe, restoran, laundry, salon, gym, dan jasa antar makanan. Ini menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan perputaran uang lokal.

3. Sektor coworking dan teknologi
Permintaan coworking space melonjak. Banyak pengusaha mendirikan ruang kerja bersama lengkap dengan internet berkecepatan tinggi, ruang meeting, dan fasilitas penunjang kerja jarak jauh.

4. Ekonomi kreatif lokal
Pekerja digital sering kali berkolaborasi dengan pelaku kreatif lokal (fotografer, musisi, pengrajin) untuk proyek mereka. Ini memberi eksposur global bagi talenta lokal dan memperluas pasar mereka.

5. Pajak dan retribusi daerah
Peningkatan jumlah pendatang jangka panjang mendorong peningkatan pendapatan daerah dari pajak hotel, restoran, dan retribusi pariwisata.

Secara umum, workation menggeser pola pariwisata dari berbasis wisatawan singkat (short stay) menjadi wisatawan jangka panjang (long stay) yang memberi dampak ekonomi lebih stabil.


Perubahan Gaya Hidup dan Pola Konsumsi

Workation juga membawa perubahan gaya hidup di destinasi wisata. Kawasan seperti Ubud, Canggu, dan Yogyakarta kini dipenuhi komunitas pekerja digital yang menciptakan budaya baru: bekerja dari kafe, yoga pagi sebelum kerja, makan makanan sehat, dan berjejaring di acara komunitas.

Banyak pelaku workation yang tetap mempertahankan rutinitas kerja penuh 8 jam sehari, tetapi memindahkan lokasi kerja mereka ke tempat yang menyenangkan secara emosional. Hal ini terbukti meningkatkan produktivitas dan mengurangi stres.

Pola konsumsi mereka juga berbeda: mereka lebih memilih makanan sehat, membeli produk lokal handmade, dan aktif menggunakan layanan digital seperti aplikasi antar makanan, pembayaran nontunai, hingga layanan laundry otomatis.

Hal ini menciptakan pasar baru untuk produk-produk gaya hidup modern di daerah wisata yang sebelumnya hanya menarget wisatawan singkat.


Tantangan dari Ledakan Workation

Meski memberi banyak manfaat, tren workation juga memunculkan tantangan yang harus diantisipasi:

1. Gentrifikasi dan lonjakan harga sewa
Banyak penduduk lokal mengeluhkan kenaikan drastis harga sewa rumah dan tanah karena disewa pekerja asing dengan daya beli tinggi. Ini memicu gentrifikasi dan membuat warga lokal kesulitan mencari hunian terjangkau.

2. Overkapasitas infrastruktur
Lonjakan jumlah penghuni jangka panjang membebani infrastruktur lokal seperti air bersih, sampah, dan jaringan listrik. Beberapa daerah mulai mengalami krisis air karena banyaknya vila baru.

3. Ketimpangan sosial-budaya
Kehadiran pekerja asing kadang memicu ketegangan budaya jika tidak ada upaya integrasi sosial. Beberapa komunitas lokal merasa kehilangan identitas budayanya karena kawasan mereka berubah jadi enclave digital nomad.

4. Regulasi visa dan pajak
Belum ada regulasi jelas tentang status pajak dan izin tinggal pekerja asing digital nomad. Banyak yang bekerja secara informal tanpa izin kerja resmi, yang berpotensi menimbulkan masalah hukum.

5. Ancaman ketergantungan ekonomi
Ketergantungan berlebihan pada pasar workation bisa membuat ekonomi daerah rentan jika tren ini menurun. Diperlukan diversifikasi sektor ekonomi lokal agar lebih tahan krisis.

Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa workation perlu dikelola secara berkelanjutan agar memberi manfaat jangka panjang tanpa merugikan masyarakat lokal.


Masa Depan Workation di Indonesia

Melihat tren 2025, masa depan workation di Indonesia terlihat sangat cerah jika dikelola dengan tepat. Ada beberapa langkah penting yang perlu dilakukan:

  • Pemerintah daerah menyusun regulasi harga sewa dan zonasi agar mencegah gentrifikasi ekstrem.

  • Kementerian Pariwisata mengembangkan skema visa digital nomad resmi untuk menarik pekerja asing sekaligus mengatur kewajiban pajaknya.

  • Investasi infrastruktur internet, air bersih, dan pengelolaan sampah diperkuat di destinasi workation utama.

  • Program integrasi budaya untuk membangun hubungan harmonis antara pekerja digital dan masyarakat lokal.

  • Promosi destinasi baru di luar Bali untuk menyebarkan beban wisatawan agar tidak terkonsentrasi di satu pulau saja.

Jika strategi ini berhasil, Indonesia bisa menjadi pusat workation terbesar di Asia Tenggara, bersaing dengan Thailand dan Vietnam. Ini akan memberi dampak ekonomi besar sekaligus mempromosikan citra Indonesia sebagai negara ramah pekerja digital.


Kesimpulan

Workation Jadi Simbol Perubahan Dunia Kerja di Indonesia
Ledakan tren workation membuktikan bahwa kerja kini bisa dilakukan dari mana saja. Destinasi wisata Indonesia bertransformasi menjadi pusat kerja digital yang memberi peluang ekonomi baru.

Perlu Tata Kelola Agar Tidak Merugikan Masyarakat Lokal
Tanpa regulasi, workation bisa menimbulkan gentrifikasi, ketimpangan sosial, dan beban infrastruktur. Dengan manajemen yang tepat, tren ini bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi kreatif yang inklusif dan berkelanjutan.


Referensi