Pidato SOTN 2025 yang Mengguncang
Pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto pada 15 Agustus 2025 dalam Sidang Tahunan MPR/DPR langsung menyedot perhatian publik. Di antara berbagai isu penting yang disampaikan, ada satu istilah yang paling viral: “serakahnomics”. Dengan tegas, Prabowo menyebut bahwa praktik serakah dalam ekonomi telah terlalu lama menggerogoti bangsa.
Pidato ini menjadi sorotan karena jarang ada presiden Indonesia yang begitu blak-blakan menyindir oligarki. Biasanya, kritik terhadap konglomerat besar hanya muncul di kalangan aktivis atau akademisi. Tapi kali ini, istilah itu justru keluar dari mulut orang nomor satu di Indonesia.
Prabowo menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang selama ini dibanggakan jangan hanya jadi alat segelintir elite untuk memperkaya diri. Ia mengingatkan bahwa pembangunan seharusnya berpihak pada rakyat kecil, bukan hanya menguntungkan kartel besar atau mafia impor.
Asal Usul Istilah ‘Serakahnomics’
Secara akademis, istilah serakahnomics belum ada dalam literatur ekonomi. Ini adalah ciptaan khas Prabowo yang menggabungkan kata “serakah” dengan “economics”. Tujuannya sederhana: membumikan pesan agar mudah dipahami rakyat.
Menurut para analis, istilah ini mengacu pada praktik ekonomi rakus: monopoli pangan, tambang ilegal, mafia impor, hingga eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Semua ini dilakukan demi keuntungan segelintir pihak, sementara rakyat banyak hanya mendapat remah-remahnya.
Media internasional seperti Reuters dan The Guardian langsung mengutip istilah ini. Mereka menyebut “serakahnomics” sebagai political buzzword yang bisa menjadi simbol perlawanan terhadap oligarki di Asia Tenggara.
Sejarah Oligarki Ekonomi di Indonesia
Untuk memahami konteks serakahnomics, kita perlu menengok sejarah oligarki di Indonesia. Sejak era Orde Baru, kekuasaan ekonomi memang cenderung terpusat pada segelintir keluarga dan kroni dekat penguasa. Mereka mendapatkan konsesi besar di sektor pertambangan, perkebunan, hingga infrastruktur.
Reformasi 1998 memang membawa angin demokratisasi, tapi tidak serta-merta menghapus oligarki. Justru dalam dua dekade terakhir, oligarki semakin mengakar lewat jalur politik. Banyak pengusaha besar yang kemudian masuk ke partai politik atau menjadi sponsor kampanye.
Akibatnya, kebijakan negara sering kali kompromistis terhadap kepentingan mereka. Inilah yang kemudian disebut Prabowo sebagai praktik serakahnomics: ketika ekonomi lebih tunduk pada kekuasaan modal dibanding kepentingan rakyat.
Dampak Serakahnomics bagi Rakyat
Praktik serakahnomics punya dampak luas bagi kehidupan sehari-hari rakyat kecil.
-
Harga pangan mahal – Mafia impor beras, daging, hingga gula sering dituding sebagai penyebab harga melambung. Mereka mengatur pasokan agar keuntungan bisa dikendalikan.
-
Lingkungan rusak – Ekspansi sawit ilegal, tambang tanpa izin, dan deforestasi masif menjadi akibat dari pengusaha rakus yang mengabaikan aturan.
-
Ketimpangan ekonomi – Data BPS menunjukkan 1% orang terkaya di Indonesia menguasai lebih dari 40% kekayaan nasional. Ini jelas cermin praktik ekonomi yang tidak adil.
-
Pekerja tereksploitasi – Banyak buruh dan petani hanya mendapat upah rendah, sementara pemilik modal menikmati margin keuntungan berlipat.
Semua ini membuat serakahnomics bukan sekadar istilah politik, tapi kenyataan pahit yang dirasakan rakyat sehari-hari.
Respon Publik dan Media Sosial
Tak lama setelah pidato Prabowo, istilah serakahnomics langsung jadi trending di Twitter. Tagar #Serakahnomics dipenuhi komentar warganet yang membuat meme, parodi, hingga kritik serius.
Ada meme yang menggambarkan “serakahnomics starter pack”: tumpukan beras ditimbun, rekening gemuk di luar negeri, dan pejabat yang tersenyum di balik layar. Di sisi lain, ada juga diskusi serius dari ekonom muda yang mencoba membedah istilah ini dalam konteks teori ekonomi.
Banyak masyarakat justru merasa terwakili. “Akhirnya ada presiden yang berani ngomong blak-blakan,” tulis seorang pengguna. Sementara itu, sebagian pengusaha memilih merespons dengan hati-hati, menegaskan komitmen mereka pada praktik bisnis berkelanjutan.
Perspektif Akademisi dan Ekonom
Akademisi menilai istilah serakahnomics menarik dari sisi komunikasi politik. Dengan bahasa sederhana, presiden berhasil menyampaikan kritik tajam yang biasanya hanya ada di ruang akademik.
Ekonom senior seperti Faisal Basri menyebut serakahnomics identik dengan praktik oligarki yang sudah lama menjadi masalah struktural. Namun ia mengingatkan, istilah saja tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah reformasi nyata: memperkuat KPPU, memperketat regulasi, dan menindak tegas pelaku monopoli.
Dari luar negeri, beberapa profesor ekonomi Asia menilai istilah ini bisa menjadi kajian baru tentang political economy Indonesia. Mereka melihatnya sebagai bagian dari tren global melawan ketidakadilan, sejalan dengan wacana inclusive economy yang sedang populer.
Dampak ke Investasi Asing
Pernyataan keras soal serakahnomics juga punya implikasi terhadap dunia usaha, termasuk investasi asing. Investor tentu memperhatikan sinyal politik semacam ini.
Di satu sisi, langkah ini bisa menarik investor yang mendukung bisnis sehat dan transparan. Mereka akan melihat Indonesia sebagai negara yang serius membangun ekonomi berkeadilan. Namun di sisi lain, bisa menimbulkan kekhawatiran bagi investor yang punya hubungan dengan pengusaha besar dalam negeri.
Karena itu, konsistensi pemerintah dalam menindak serakahnomics akan menentukan ke mana arah iklim investasi Indonesia ke depan.
Perbandingan dengan Negara Lain
Fenomena serakahnomics bukan hanya milik Indonesia. Banyak negara berkembang menghadapi masalah serupa: oligarki ekonomi yang menguasai sumber daya dan meminggirkan rakyat.
-
Filipina: dikuasai klan politik yang juga mengendalikan bisnis besar.
-
Thailand: kartel agribisnis mendominasi pasar beras.
-
Brasil: oligarki tanah dan perkebunan jadi masalah klasik.
Namun bedanya, jarang ada pemimpin yang berani menyebutnya secara vulgar di forum resmi negara. Inilah yang membuat istilah serakahnomics terasa unik dan memancing diskusi luas.
Harapan Masyarakat Kecil
Bagi rakyat kecil, serakahnomics bukan sekadar jargon. Mereka mengaitkannya dengan realitas sehari-hari: harga beras naik, pupuk sulit, upah rendah, dan lahan terancam.
Petani berharap pemerintah benar-benar menindak mafia pupuk dan kartel beras. Nelayan ingin monopoli impor ikan dihapus. Buruh berharap sistem outsourcing yang eksploitatif dibenahi. Semua ini adalah harapan yang muncul setelah mendengar presiden bicara tentang serakahnomics.
Kesimpulan: Dari Kata ke Aksi Nyata
Pernyataan Prabowo tentang serakahnomics di SOTN 2025 adalah gebrakan politik yang kuat. Namun tantangan terbesar adalah bagaimana mengubah jargon menjadi aksi nyata.
Jika pemerintah berani menindak mafia, memperkuat regulasi, dan berpihak pada rakyat, maka serakahnomics bisa jadi titik balik sejarah ekonomi Indonesia. Tapi jika hanya berhenti di pidato, istilah ini akan nasibnya sama seperti jargon politik lain: viral sesaat, lalu dilupakan.