bukaportal.com – Kasus istri anggota Polres Manggarai Barat di Labuan Bajo, yang diduga menggelapkan uang arisan online sebesar Rp 30 juta, jadi sorotan nasional. Dilaporkan oleh salah satu peserta, kasus tersebut kemudian difasilitasi oleh Polres hingga akhirnya berujung damai karena tersangka mengembalikan uang lebih—jadi Rp 35 juta total—dan laporan dicabut.
Kronologi Kasus dan Dugaan Penggelapan
Arisan online itu dimulai sejak Desember 2024 dengan 15 anggota. Istri polisi berinisial KD menjabat sebagai admin dan dipercaya mengelola uang arisan. Namun saat giliran penerima datang pada 21 Juni 2025, Marta Asrianti Abu—peserta terakhir—malah tidak menerima dana dan dihapus dari grup WhatsApp.
Marta kemudian melapor ke Polres Manggarai Barat pada 3 Juli 2025 atas dugaan penggelapan Rp 30 juta yang telah disetornya meski sempat terlambat beberapa bulan sebelumnya. Menurut data, dia juga tetap membayar denda atas keterlambatan itu.
Kasat Reskrim Polres Manggarai Barat, AKP Lufthi Darmawan Aditya, membenarkan proses pelaporan dan penyelidikan. Penyidik menindaklanjuti laporan dan memanggil pihak terkait untuk pemeriksaan awal.
Proses Banding dan Restorative Justice
Setelah dilaporkan, KD mengembalikan seluruh uang plus tambahan Rp 5 juta sebagai “uang adat” atau kompensasi moral, total menjadi Rp 35 juta. Pembayaran dilakukan di rumah Marta pada 12 Juli 2025, disaksikan keluarga dan tokoh setempat .
Setelah itu, keduanya mendatangi Polres untuk mencabut laporan. Lufthi menegaskan proses berakhir damai dan tidak dilanjutkan ke proses pidana karena sudah memenuhi prinsip restorative justice, yakni penyelesaian yang menekankan pemulihan kerugian dan harmonisasi antar pihak.
Proses semacam ini mencerminkan upaya hukum alternatif yang lebih cepat, murah, dan bisa mempertahankan ikatan sosial—daripada harus melalui persidangan panjang.
Restorative Justice: Keuntungan dan Tantangannya
Proses rekonsiliasi dengan restorasi nilai sosial dan moral jadi daya tarik utama. Berikut poin penting:
-
Efisiensi waktu dan biaya
Daripada menunggu penanganan panjang di pengadilan, kedua pihak sepakat menyelesaikan masalah cepat. -
Pemulihan hak korban
Marta mendapat haknya sepenuhnya—bukan hanya dana dasar, tapi juga tambahan Rp 5 juta sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial. -
Mengembalikan rasa aman
Kedua pihak bertemu langsung, memperbaiki hubungan, dan menciptakan pemahaman kekeluargaan.
Namun, ada tantangan: masyarakat perlu memahami bahwa beban hukuman pidana bisa jadi terbengkalai—ini berbicara soal konsekuensi hukum umum dan efek jera.
Metode dan Peran Kepolisian dalam Mediasi
Polres Manggarai Barat ambil peran aktif dalam:
-
Menjadi mediator netral, memastikan kedua belah pihak diajak dialog dan tidak terjadi intimidasi.
-
Dokumentasi proses hukum, seperti pencabutan laporan di kantor yang resmi.
-
Pendampingan kedua pihak, dimulai dari pelaporan, pertemuan kekeluargaan, sampai proses damai di Mapolres.
Kasat Reskrim memastikan bahwa restorative justice dilakukan sesuai ketentuan: harus ada pelaporan asli, ada itikad baik dari pelaku, dan persetujuan dari korban.
Dampak Bagi Publik dan Pelajaran Arisan Digital
Kasus ini memberi banyak pelajaran, antara lain:
-
Hati‑hati dengan arisan online: walaupun kelihatannya sederhana, administrasi uang besar harus transparan.
-
Gunakan platform resmi: jika transaksi dalam jumlah besar, gunakan escrow atau rekening bersama, bukan private account.
-
Buat catatan transaksi: jelas siapa setor, tanggal, nilai, bukti transfer.
-
Ketahui hukum yang berlaku: penggelapan diatur KUHP; restorative justice cuma bisa jika ada itikad baik.
Istri anggota polisi ini kapabel memunculkan stigma dan risiko reputasi institusi. Oleh karena itu transparansi jadi penting.
Respon Masyarakat dan Media
Media lokal seperti Detik Bali langsung mengangkat berita ini sebagai peringatan buat warga Labuan Bajo dan NTT pada umumnya. Di media sosial, netizen memberi reaksi beragam:
-
Banyak yang apresiasi penyelesaian cepat dan kekeluargaan.
-
Sebagian rampai saran agar korban tetap hati-hati memilih admin arisan.
-
Ada komentar skeptis soal “uang adat” yang bikin rugi pelaku lebih besar, tapi anggap perlu sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Proses mediasi ini jadi studi kasus soal hukum informal di masyarakat Indonesia yang masih sangat kuat.