2026

Prioritas Anggaran 2026: Program Gizi, Modernisasi Militer & Energi Terbarukan

Politik

Program Gizi Nasional: Investasi untuk Generasi Masa Depan

RAPBN 2026 menempatkan perbaikan gizi masyarakat sebagai salah satu fokus utama. Isu gizi, khususnya stunting, menjadi perhatian serius karena berkaitan langsung dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) jangka panjang. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Indonesia pada 2024 masih sekitar 21%, padahal target nasional 2026 adalah menurunkannya hingga di bawah 14%. Angka ini menunjukkan bahwa meski ada perbaikan, masalah gizi masih menjadi tantangan serius bagi pembangunan nasional.

Program gizi nasional dalam RAPBN 2026 mencakup tiga pilar utama. Pertama, bantuan pangan bergizi berupa subsidi protein hewani, susu, dan makanan tambahan bagi balita serta ibu hamil. Kedua, pendirian klinik gizi daerah di wilayah-wilayah terpencil yang selama ini minim akses terhadap tenaga ahli gizi. Ketiga, kampanye edukasi nutrisi yang menekankan pola makan sehat, seimbang, dan terjangkau. Program edukasi ini penting karena masalah gizi di Indonesia bukan hanya soal ketersediaan makanan, tetapi juga perilaku konsumsi masyarakat.

Dampak program ini tidak hanya bersifat jangka pendek. Anak-anak yang mendapat asupan gizi cukup akan tumbuh sehat, memiliki kemampuan belajar lebih baik, dan pada akhirnya menjadi tenaga kerja produktif. Dengan kata lain, prioritas anggaran 2026 pada gizi adalah investasi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Tanpa SDM unggul, pertumbuhan ekonomi hanya akan bersifat sementara dan tidak berkelanjutan.


Modernisasi Militer: Menjaga Kedaulatan di Tengah Geopolitik Global

Selain gizi, RAPBN 2026 menempatkan modernisasi militer sebagai prioritas. Hal ini bukan sekadar ambisi politik, melainkan kebutuhan nyata di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik kawasan Indo-Pasifik. Rivalitas Amerika Serikat dan Tiongkok, serta sengketa Laut Cina Selatan yang bersinggungan dengan perairan Natuna, membuat Indonesia tidak bisa abai terhadap aspek pertahanan.

Modernisasi militer yang dianggarkan meliputi beberapa aspek utama. Pertama, pengadaan alutsista baru, termasuk kapal perang, pesawat tempur generasi baru, sistem radar, dan pertahanan udara. Kedua, peningkatan kualitas SDM TNI, melalui pelatihan intensif, modernisasi kurikulum pendidikan militer, dan penguatan cyber defense untuk menghadapi ancaman digital. Ketiga, pengembangan industri pertahanan lokal dengan melibatkan BUMN strategis seperti PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia. Tujuannya agar Indonesia tidak hanya menjadi pembeli, tetapi juga produsen alutsista.

Meski demikian, anggaran pertahanan sering menjadi bahan perdebatan publik. Sebagian kalangan menilai dana besar sebaiknya lebih difokuskan pada pendidikan atau kesehatan. Pemerintah berargumen bahwa pertahanan adalah fondasi pembangunan. Tanpa stabilitas keamanan dan kedaulatan terjaga, investasi tidak akan masuk, perdagangan tidak bisa berkembang, dan masyarakat tidak merasa aman. Oleh karena itu, modernisasi militer tetap dipandang sebagai langkah strategis, meskipun biayanya besar.


Energi Terbarukan: Jalan Menuju Transisi Hijau

Prioritas berikutnya dalam RAPBN 2026 adalah energi terbarukan, sejalan dengan komitmen Indonesia menuju net zero emission pada 2060. Pemerintah menyadari bahwa ketergantungan pada energi fosil tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga membebani anggaran negara. Subsidi energi fosil menguras APBN, sementara emisi karbon memperburuk krisis iklim.

Alokasi anggaran energi terbarukan diarahkan pada beberapa program utama. Pertama, pembangunan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), baik skala besar maupun rumah tangga, untuk memperluas akses listrik bersih. Kedua, insentif kendaraan listrik (EV) berupa subsidi pembelian motor listrik, pengembangan ekosistem baterai, dan pembangunan SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum). Ketiga, investasi geothermal dan bioenergi, yang memanfaatkan potensi panas bumi dan biomassa Indonesia.

Dampak energi terbarukan sangat luas. Dari sisi lingkungan, transisi energi membantu menurunkan emisi karbon. Dari sisi ekonomi, energi bersih menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi ketergantungan pada impor energi. Dari sisi sosial, transisi ini membuka peluang pemerataan pembangunan karena banyak proyek energi terbarukan ditempatkan di daerah-daerah terpencil. Dengan prioritas anggaran 2026 ini, Indonesia berupaya menjadi pemimpin transisi energi di Asia Tenggara.


Tantangan Implementasi RAPBN 2026

Meski fokus anggaran jelas, implementasi di lapangan tidak selalu mulus. Ada sejumlah tantangan yang harus diantisipasi.

Pertama, disiplin belanja negara. Selama ini, efektivitas penggunaan APBN masih menjadi masalah klasik. Banyak program tidak tepat sasaran, birokrasi lambat, dan korupsi anggaran memperlemah manfaat program. Tanpa perbaikan tata kelola, anggaran besar untuk gizi, militer, dan energi bisa terbuang percuma.

Kedua, ketergantungan pada harga komoditas global. RAPBN 2026 mengandalkan penerimaan dari hilirisasi SDA seperti nikel dan batu bara. Jika harga komoditas jatuh, penerimaan negara bisa turun drastis, sehingga pembiayaan program prioritas terancam.

Ketiga, politik anggaran. Tahun 2026 adalah awal pemerintahan baru hasil Pemilu 2024. Arah politik bisa memengaruhi eksekusi RAPBN. Jika DPR dan pemerintah tidak sejalan, prioritas anggaran berisiko tertunda atau dipolitisasi.


Peran DPR dalam Pengawasan RAPBN 2026

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki peran penting dalam menyetujui dan mengawasi RAPBN 2026. Fungsi pengawasan DPR diperlukan agar anggaran benar-benar digunakan sesuai prioritas. Tanpa pengawasan ketat, ada potensi penyimpangan dan program gagal mencapai target.

DPR juga menjadi penyeimbang antara kepentingan politik dan kebutuhan rakyat. Misalnya, jika anggaran pertahanan terlalu besar, DPR bisa mendorong penyesuaian agar sektor pendidikan atau kesehatan tidak terpinggirkan. Dalam hal energi terbarukan, DPR dapat mendesak transparansi dalam pemberian subsidi EV agar tepat sasaran dan tidak hanya menguntungkan kelompok tertentu.

Dengan kata lain, keberhasilan prioritas anggaran 2026 tidak hanya ditentukan oleh pemerintah, tetapi juga komitmen DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan.


Dampak Jangka Panjang Bagi Rakyat

Prioritas anggaran 2026 membawa dampak luas bagi masyarakat. Dalam jangka pendek, masyarakat akan merasakan:

  • Akses gizi dan kesehatan yang lebih baik, terutama bagi anak-anak.

  • Stabilitas keamanan berkat modernisasi militer.

  • Harga energi lebih terjangkau dari energi bersih yang makin meluas.

Dalam jangka panjang, manfaatnya lebih besar lagi. Anak-anak sehat akan tumbuh menjadi generasi produktif. Energi bersih akan menjadikan Indonesia lebih mandiri dari impor energi. Sementara pertahanan yang kuat memastikan investasi asing dan perdagangan berjalan lancar. Dengan kata lain, RAPBN 2026 adalah fondasi menuju Indonesia yang lebih sejahtera, berdaulat, dan berkelanjutan.


Kesimpulan: Fondasi Pembangunan Indonesia 2026

RAPBN 2026 dengan prioritas gizi, modernisasi militer, dan energi terbarukan adalah strategi pembangunan yang menyatukan tiga elemen penting: manusia, kedaulatan, dan masa depan hijau. Gizi membentuk generasi sehat, militer menjaga keamanan, dan energi terbarukan menjamin keberlanjutan.

Namun, kesuksesan program ini sangat bergantung pada implementasi yang disiplin, transparan, dan tepat sasaran. Jika berhasil, RAPBN 2026 bisa menjadi tonggak sejarah Indonesia dalam membangun fondasi ekonomi dan sosial yang kuat. Tetapi jika gagal, anggaran besar hanya akan menjadi angka di atas kertas.


Referensi: